Bagaimana nasib IPTEK dan IMTAQ di indonesia kawan? apakah kita sudah turut memajukan bangsa ini dalam perkembangan IPTEK dan IMTAQ yang baik ? bagaimana yang seharusnya kita lakukan? apakah kita haru terus berdiam diri melihat nasib pendidikan negeri ini? mengapa kita melakukan pergerakan buat bangsa ini kawan?? :)
Sejatinya IPTEK dan IMTAQ telah dikembangkan dengan baik di Indonesia, namun kita kurang memperhatikan dengan baik perkembangan IPTEK dan IMTAQ ini. Pengetahuan dan Teknologi atau biasa kita kenal dengan istilah IPTEK, sedangkan iman dan taqwa biasa dibut dengan IMTAQ.
Ilmu pengetahuan muncul sebagai akibat dari aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia,baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat bisa di pisahkan
dari lembaga pendidikan. Dimana pada abad 20 peran ilmu pengetahuan dan
teknologi sangat berarti bagi lembaga pendidikan. Sehingga pada abad 20
mampu mendorong lebih cepat dalam industri. Informasi, komunikasi, transportasi dan pertanian.
Sangat ironis jika melihat nasib perkembangan IMPTEK dan IMTAQ kita yang semakin menurun. Sangat saya harapkan bapak Presiden Jokowi untuk terus memajukan bangsa ini dalam bidangIPTEK dan IMTAQ terhadap generasi muda bangsa ini.
"Innallaha la yughayyiru maa biqawmin, hattaa yughayyiruu maa bi
anfusihim”, ”Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum,sampai
kaum itu merubahnya sendiri” (Qs.Ar-Ra’du:11). Masyarakat Madani secara teoritis didefinisikan sebagai masyarakat
berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma,
hukum, moral yang ditopang oleh keimanan; menghormati pluralitas;
bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong royong menjaga kedaulatan
negara.
Di negara tercinta kita indonesia,kemajuan IPTEK tidak dapat dipandang
sebelah mata lagi,karena pada jaman sekarang di negara indonesia pun
kehidupan masyarakat kota besar sangat lah modern dan tidak kalah
dibandingkan dengan negara-negara maju yang memiliki ilmu pengetahuan
yang lebih modern,namun yang menjadi Problem di negara indonesia
bukanlah kemajuan IPTEK nya,akan tetapi penyebaran IPTEK yang tidak
merata,misalnya jika kita melihat ke desa-desa yang terpencil
diindonesia,banyak yang belum terjangkau oleh teknologi,sebenarnya jika
pemerataan IPTEK di negara Indonesia dapat lebih merata,akan banyak
membawa perubahan baik dari sisi ekonomi ataupun derajat sosial.
1. PERAN IMTAQ
Dimana peran Imtaq dalam pembangunan
peradaban Indonesia Madani? Maka jawabnya sangat jelas pada “jantung”
peradaban itu sendiri. Alasannya sederhana, karena Indonesia Madani
adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada
nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang oleh keimanan;
menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong
royong menjaga kedaulatan negara. Kalau kita karakterisasi lebih
lanjut, maka pertama, unsur manusia menjadi obyek dan subyek. Kedua,
ruh dari peradaban madani adalah relijiusitas-keimanan. Ketiga,
tujuannya adalah kesejahteraan, keadilan, martabat dll. adalah
nilai-nilai luhur yang merupakan diferensiasi dari nilai keimanan.
Dengan demikian domain peradaban madani ekuivalen dengan domain Imtaq
sendiri, karenanya peran Imtaq menjadi urgen, strategis dan dominan
dalam pembangunan peradaban Indonesia Madani.
Pertama, karena membangun peradaban
madani ini bertumpu pada manusia sebagai obyek sekaligus subyek (aktor),
maka pembangunan manusia ini perlu dijalankan secara terpadu antara
sisi brain (aqliyah), mind (qolbiyah), dan body (jasadiyah). Pada titik
inilah pentingan Imtaq-spiritualitas-relijiusitas. Membangun
kecerdasan manusia Indonesia, kesalehan sosial, dan kemajuan budaya
menuju peradaban madani atau dalam bahasa yang lebih operasional,
menghapus kebodohan, kekerasan sosial, dan keterbelakangan budaya”,
sebab kita memandang kebodohan (rendahnya kualitas pendidikan),
kekerasan (hilangnya kesantunan dan kedamaian dalam menyelesaikan segala
bentuk konflik), serta keterbelakangan (kemandegan dan kejumudan)
sebagai musuh sosial bangsa memerlukan kecerdasan bukan hanya dari sisi
intelektual/rasional (IQ), namun juga mencakup sisi emosional (EQ) dan
spiritual (SQ), agar sempurnalah sosok manusia Indonesia yang kita
citakan (insan kamil). Sisi emosional dan spiritual perlu mendapat
perhatian yang memadai dalam proses pembangunan manusia Indonesia ke
depan. Manusia yang cerdas paripurna itu akan lebih mampu menanggung
beban dan menghadapi segenap cobaan hidup (adeversity quotient/AQ) dalam
menggerakkan roda dan sebagai subyek pembangunan bangsa.
Manusia yang seimbang antara sisi
intelektual, emosional dan spiritual itu sangat menyadari posisi dirinya
dan tujuan yang akan dicapainya. Mereka tidak akan mudah mengalami
krisis identitas sebagaimana terlihat pada sebagian warga di
sekelilingnya, sehingga mereka dapat berperan sebagai unsur pengubah
lingkungan dan pengarah masyarakat untuk menuju masyarakat madani.
Mereka juga menyadari betul agenda reformasi yang harus diperjuangkan,
dan sejalan dengan cita-cita kemerdekaan yang telah diproklamsikan sejak
lama. Mereka tak mudah goyah dan larut dalam perubahan zaman, bahkan
menjadi pilar penjaga nilai-nilai perjuangan dan membuat arus baru yang
akan menyelamatkan masyarakat dari kebobrokan dan kehancuran sosial.
Kedua, ruh dari peradaban madani adalah
keimanan. Manusia yang cerdas tidak hanya memikirkan kepentingan dan
keselamatan dirinya sendiri, tetapi memikirkan kepentingan dan
keselamatan masyarakat umum. Mereka melawan egoisme dan individualisme,
lalu bersungguh-sungguh menumbuhkan semangat kolektif dan solidaritas
sosial tanpa pamrih. Bagi insan kamil sebagai subyek masyarakat madani,
kesalehan bukan hanya semata bermakna ketaatan menjalankan ritual agama
dan ketentuan hukum, melainkan juga mengobarkan spirit agama yang
membebaskan dan substansi hukum yang menjunjung keadilan dan kebenaran.
Kesalehan (ascetism) berpangkal dari iman (faith) dan taqwa (pious),
yang akhirnya melahirkan tindakan nyata yang bermanfaat bagi orang
banyak. Karenanya menjadi jelas bila Imtaq-spiritualitas-relijiusitas
menjadi strategis dalam pembangunan peradaban Indonesia madani.
Aktor pembangunan masyarakat madani
ialah mereka yang paling besar kontribusinya kepada masyarakat dan
mengimplementasikan ketaatannya kepada Sang Khalik dengan berbuat
kebajikan serta melayani semua makhluk. Kesalehan pribadi yang
berakumulasi menjadi kesalehan publik akan membentuk lingkungan yang
positif untuk berkembangnya seluruh potensi kemanusiaan (humanity) dan
kewargaan (citizenry), melalui cermin peningkatan etos kerja, sikap
terbuka akan kreasi dan inovasi baru, serta menguatnya solidaritas
sosial.
Ketiga, tujuan akhir dari peradaban
Indonesia madani adalah kesejahteraan, keadilan, martabat dll. yang
merupakan nilai-nilai luhur diferensiasi dari nilai keimanan. Manusia
madani berperan untuk menanggulangi krisis identitas dan modalitas
bangsa; mengubah kondisi keterbelakangan menjadi kemajuan budaya.
Kemajuan personal tidak hanya bersifat fisik, namun mengembangkan
nilai-nilai universal kemanusiaan, sehingga tiap warga menyadari fungsi
dan peran hidupnya sebagai seorang hamba, pemimpin, dan pembangun
peradaban baru berbasis nilai-nilai keimanan. Kemajuan kolektif juga tak
hanya bersifat fisik dan material, melainkan tumbuh suburnya nilai dan
pranata keimanan, serta semakin menipisnya nilai dan pranata keburukan
dan kemungkaran. Kemajuan budaya bagi suatu bangsa berarti bangsa ini
menyadari kembali jati dirinya yang telah lama tererosi.
Jati diri itu antara lain sebagai bangsa
pejuang yang membenci segala bentuk penindasan, bangsa yang mandiri dan
menolak segala format ketergantungan, serta bangsa yang terbuka
terhadap perubahan dan menolak eksklusifisme atau fanatisme sempit.
Bangsa yang maju tak selalu berarti meninggalkan nilai-nilai relijius,
tradisional dan lokal, sepanjang itu masih mencerminkan substansi
kebaikan dan kebenaran universal. Namun, bangsa yang mau adalah bangsa,
yang mampu memadukan nilai-nilai modern yang lebih baik dengan warisan
tradisional yang sesuai tuntutan zaman, yang berbasis keimanan.
Dengan demikian peran Imtaq menjadi
urgen, strategis dan dominan dalam seluruh bangunan peradaban Indonesia
Madani. Imtaq menjadi ruh dan spirit peradaban Indonesia madani, yang
menyiadakan basis epos, etos dan elan vital dinamika transformasi bangsa
menuju keunggulan.
2. PERAN IPTEK
Sekarang, dimana peran Iptek dalam
pembangunan peradaban Indonesia Madani? Perlukah sebuah rekonstruksi
Iptek seperti di masa keemasan Islam?
Mungkin sulit kita mengulang prestasi
itu. George Sarton dalam Introduction: History of Science mewakili
setiap setengah abad dengan satu tokoh ilmuwan. Setelah abad Yunani dan
China, maka berturut-turut sejak tahun 750-1100 M disebut oleh Sarton
sebagai abad Jabir al Hayyan, Al Khawarizmi, Al Razi, Masudi, Ibnu Wafa,
Ibnu Sina, Al Biruni, Ibnu al Haytsam, dan Umar Khayam. Baru sejak
tahun 1100 M muncul nama-nama Eropa seperti Roger Bacon dan Gerard de
Cremona. Sampai 250 tahun setelah itu, pemikiran sains masih didominasi
oleh tokoh-tokoh Muslim seperti Ibnu Rusyd, Nasiruddin Al Tusi, dan
Ibnu Navis.
Menurut Abdus Salam untuk maju di bidang
Iptek, maka diperlukan komitmen, kemandirian, orgaware yang kuat, dan
manajemen yang tangguh. Ketika Al Ma’mun (785-833M) berkuasa, komitmen
itu terlihat, karenanya harus diakui gerakan keilmuan Islam menampakkan
fajarnya. Al Kindi adalah tokoh rasional masa itu yang mengembangkan
filsafat (falasifah) dan salah satu tokoh gerakan penerjemahan
sistematik. Al Ma’mun mensponsori gerakan intelektual ini dan
menghimpun para ilmuwan di istananya serta membangun perpustakaan besar
Bayt Al Hikmah. Dan merupakan tokoh yang paling berpengaruh bagi
kemajuan ilmu pengetahuan umat di Abad Pertengahan. Minat Al Ma’mun
terhadap Astronomi, matematika dan kedokteran dapat dengan mudah
difahami, karena disiplin-disiplin ilmu ini menyatu dalam kehidupan
harian umat. Ia pun menerjemahkan banyak karya filsafat Plotinus dan
mazhab Alexandria lainnya. Pengembangan Iptek Islam terus berlanjut.
Bahkan pada masa kesultanan Buwaih—tiga abad setelah Al Ma’mun—ilmu
pengetahuan umat mencapai puncaknya. Filosof dan ilmuwan Islam besar
eksis pada masa ini seperti Ibnu Sina, Al Farabi, Al Biruni dlsb.
Namun, kondisi umat kini sudah berubah.
Abdus Salam, peraih Nobel Bidang Fisika tahun 1979 bersama-sama Sheldon
L. Glashow dan Steven Weinberg mengembangkan risetnya di Cambridge
University, London University dan ICTP (International Center for
Theorytical Physics) di Itali bukan di Pakistan. Al Azhar yang berumur
ratusan tahun masih harus kita tunggu prestasi keilmuan kauniyahnya.
Karenanya secara normatif dan bahkan
terbukti oleh sejarah, bahwa pembangunan peradaban material sangat
bertumpu pada pembangunan Iptek. Iptek adalah engine for tommorow.
Agar pembangunan Iptek memiliki dampak nyata bagi pembangunan peradaban,
maka ia harus bersinergi dan terintegrasi serta membentuk Sistem
Inovasi Nasional. Paling tidak ada 3 alasan yang menghajatkan orientasi
pembangunan Iptek menuju Sistem Inovasi Nasional.
Pertama Iptek adalah hasil olah
akal-budi yang mengelola ide menjadi penemuan (invention). Penemuan ini
akan menemui maknanya yang utuh dalam praksis (praxis) ketika
menghasilkan nilai tambah (value added) secara ekonomi-sosial-hankam.
Proses value creation inilah yang kita sebut sebagai inovasi
(innovation). Dengan demikian, Iptek akan bermanfaat dalam praksis
kehidupan ketika ia telah tumbuh menjadi inovasi.
Kedua, Iptek adalah hasil olah akal-budi
yang mengelola ide melalui suatu proses pembelajaran (learning) yang
terus-menerus melintasi ruang-waktu generasi. Ide dapat merambat
(menginspirasi), berkembang, dan saling menguatkan. Karenanya iklim
yang kondusif bagi penumbuhsuburan ide adalah ruang yang memungkinkan
bagi interaksi, sinergi, share dari ide-ide. Jaringan (network) yang
membentuk sistem untuk mengelola ide menjadi inovasi adalah sebuah
keniscayaan. Dengan demikian, pembangunan inovasi menuntut pendekatan
sistem.
Selain itu, Iptek bukanlah sebuah
sektor, seperti pertanian atau industri, tetapi serupa dengan Lingkungan
Hidup, Iptek adalah bidang pembangunan yang melekat pada setiap sektor,
merupakan factor sukses dari sektor-sektor tersebut. Pembangunan Iptek
secara sendirian dan mandiri akan menjadi "menara gading" dan sebuah
enclave. Namun tanpa Iptek, sektor-sektor lain tidak akan mampu
meningkatkan produktivitas dan daya saing mereka. Secara lugas kita
dapat menempatkan Iptek sebagai engine of growth dan power for
competitiveness. Karenanya pembangunan Iptek dan penguatan Sistem
Inovasi Nasional menuntut koordinasi dan sinergi.
Ketiga, Reformasi adalah proses yang
mengokohkan demokratisasi yang berujung pada peningkatan kesadaran
publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesadaran ini
menghasilkan peningkatan aspirasi dan kontribusi (peran) masyarakat
dalam pembangunan nasional. Karenanya pendekatan para pihak (multi
stake holders) dalam mengelola pembangunan menjadi prasyarat yang makin
menonjol. Dengan demikian pembangunan Iptek akan lebih diorientasikan
untuk memperhatikan kebutuhan masyarakat (demand driven oriented),
ketimbang mengembangkan pendekatan yang berat ke arah supply push
technology (market pull).
Keempat, perkembangan global yang makin
cepat, kesadaran publik yang makin tinggi, serta diferensiasi tugas
komponen negara yang semakin tajam menuntut redefinisi peran Negara.
Semakin maju suatu bangsa, maka peran Negara harus semakin efisien pada
wilayah-wilayah strategis saja. Dengan demikian, negara akan lebih
diposisikan menjadi stabilisator, fasilitator dan dinamisator.
Pelaku utama perubahan (transformasi)
adalah masyarakat. Karenanya diffusion oriented yang menyebarkan
hasil-hasil riset dan teknologi ke dalam masyarakat, sehingga dapat
langsung dimanfaatkan untuk kepentingan daya saing industri, layanan
masyarakat atau national security menjadi lebih mendapat prioritas.
Dengan demikian, kunci sukses untuk
mengintegrasikan Iptek dengan peradaban masyarakat madani adalah
inovasi. Kita memerlukan inovasi untuk memerangi kebodohan, kemiskinan,
dan untuk memacu pertumbuhan menjadi bangsa yang terhormat, maju dan
kompetitif. Sistem inovasi nasional mesti dibangun dan menjadi bagian
integral dari peradaban kita. Artinya kita akan membangun bangsa
inovasi (innovation nation) sebagai pilar kokoh bagi peradaban Indonesia
madani.
Terkait dengan kinerja Sistem Inovasi
Nasional kita, saya ingin mengungkap data dari Global Competitiveness
Index (WCI), World Economic Forum (WEF). Pada tahun 2010, peringkat daya
saing Indonesia meningkat dari urutan ke-54 menjadi peringkat ke-44.
Dari 12 pilar yang ada dalam Global Competitiveness Index, untuk pilar
Kesiapan Teknologi (technological readiness) kita menempati peringkat
ke-91, berada di bawah negara-negara ASEAN, kecuali terhadap Filipina.
Technological readiness adalah indikator yang mencerminkan sejauh mana
industri maupun masyarkat kita, secara umum, mempunyai kesiapan untuk
menyerap teknologi dalam rangka meningkatkan produktifitas industri dan
kemampuan ekonomi mereka. Rendahnya aspek ini menunjukkan bahwa industri
dan masyarakat kita secara umum belum banyak memanfaat teknologi, baik
teknologi yang dikembangkan di dalam negeri, maupun teknologi yang
didatangkan dari luar negeri. Sedang untuk pilar Inovasi, Indonesia
menempati peringkat ke-36, berada di atas negara-negara ASEAN, kecuali
Singapura dan Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan anak-anak
bangsa dalam pengembangan inovasi sesungguhnya tidak perlu diragukan.
semoga negeri inisemakin majudengan IPTEK dan IMTAQ nya.. terima kasih.